SELAMAT DATANG DI WEBSITE KELURAHAN BUKUAN KECAMATAN PALARAN KOTA SAMARINDA "BUKUAN BERJAYA (BERSIH SEJAHTERA & BERBUDAYA)"

Rabu, 09 Maret 2016

Jerat Maut Berlanjut, Pekerja Tambang Tewas Tertimbun

Ini yang Diucapkan Korban Longsor Tambang Sebelum Kejadian...


RENGGUT NYAWA: Tim saat mengevakuasi korban tewas tertimbun longsoran pasir, Medi. Operator ekskavator ini mengalami kecelakaan kerja di wilayah konsesi PT ECI, Kelurahan Bukuan, Kecamatan Palaran, Samarinda, kemarin (8/3). (ALAN RUSANDI J/KP)
SAMARINDA - Gali-menggali batu bara terus menebar jerat maut. Bukan hanya lubang bekas tambang yang telah merenggut 20 nyawa, lahan yang masih beroperasi turut mengambil korban jiwa. Seorang pekerja tambang di konsesi PT Energi Cahaya Industritama (ECI), Kelurahan Bukuan, Kecamatan Palaran, tewas tertimbun longsor, kemarin (8/3). Satu orang lagi selamat.
Kedua karyawan yang bernasib nahas itu adalah Medi (30) dan Agus Pawon (37). Mereka bekerja untuk PT Mitra Indah Lestari (MIL), subkontraktor PT ECI. Keduanya tertimbun longsor dengan kedalaman 60 meter dari puncak tebing. Belum diketahui longsor tersebut faktor alam atau kelalaian dalam menjalankan prosedur sistem kerja. Namun, kejadian sekitar pukul 09.00 Wita kemarin itu membuat heboh.
Satu ekskavator yang dikendalikan Medi, serta satu unit truk artik yang dikemudikan Agus, tenggelam dalam timbunan pasir. Peristiwa terjadi sangat cepat.
Murtalib (40) adalah karyawan tambang pertama yang mengetahui kejadian itu. Dia sempat berkomunikasi lewat handy talkie(HT) dengan Agus. Nyawa Agus pun terselamatkan karena bantuan datang dengan cepat. Ayah dua anak itu ditemukan tak sadarkan diri. Agus dibawa ke Puskesmas Palaran kemudian dirujuk ke RSUD AW Sjahranie.
“Saya sempat menggali dan Agus langsung ketemu. Saya membuka paksa pintu truk,” sebut Murtalib. Namun, tidak dengan Medi. Jutaan ton pasir menimbun truk serta alat berat. Operator alat berat paling senior di perusahaan itu tak bisa diselamatkan.
Selama proses pencarian, empat ekskavator serta satu unit grader (alat berat meratakan tanah) diterjunkan. Pukul 14.00 Wita atau lima jam setelah longsor, pencarian terus berlangsung di bawah terik matahari. Namun, di tengah-tengah pencarian, adu jotos sempat berlangsung. Seorang pria yang tidak diketahui namanya berkelahi dengan Baim (27), keluarga Medi. Sejumlah anggota Detasemen B Pelopor Sat Brimob Polda Kaltim serta polisi yang berjaga menyeret keduanya keluar dari lokasi.
Pencarian berlanjut. Penggalian menggunakan alat berat menyentuh lengan ekskavator yang tertimbun. Sementara truk artik yang dikemudikan Agus belum ditemukan. Pukul 17.25 Wita, kabin mesin garuk berwarna oranye itu dapat disentuh. Namun, sejumlah tim evakuasi memutuskan menggali dengan manual.
Menggunakan beberapa cangkul, petugas membuka kabin tempat Medi tertimbun. Sepuluh menit kemudian, jasad pria yang tinggal di Jalan Parikesit, Palaran, itu diangkat. Isak tangis bercucuran kala iring-iringan mobil jenazah membawa Medi ke RS IA Moeis.
Taufiqqur Rahman, kasi Satgas Rescue Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kaltim, mengatakan bahwa tim tidak menemukan banyak kesulitan. “Semua ditunjang dengan alat yang sudah tersedia,” ungkap Taufiq.
Saat ditemukan, jasad Medi menghadap ke kanan dari tempat duduk. Kaca dan besi penghalang alat berat yang dikemudikannya pecah. Diduga, korban berusaha menyelamatkan diri melalui pintu kabin atas ekskavator.
Baim, keluarga Medi yang mengawal proses pencarian dan sempat terlibat adu jotos, mengaku kesal. Dia geram dengan perusahaan yang dianggapnya lamban. “Saya masuk ke sini (lokasi tambang) tidak diperbolehkan awalnya,” terang Baim. Ditambah lagi, kabar buruk yang menimpa Medi bukan disampaikan perusahaan, melainkan keluarga Medi yang juga bekerja di situ.
Diutarakan Baim, pengawas lokasi tambang tidak ditemuinya selama pencarian. “Saya harap perusahaan bisa mengerti kondisi keluarga,” ungkap Baim. Mereka siap melanjutkan ke proses hukum jika tidak ada bentuk tanggung jawab perusahaan. Kepala teknis tambang (KTT) perusahaan enggan memberikan komentar. Saat hendak didekatiKaltim Post, pria yang mengenakan seragam PT ECI itu buang badan.
Wakil Kepala Polsekta Palaran AKP Agus Setyo menuturkan, sudah meminta keterangan dari supervisor, teknisi, serta manajer PT ECI. Polisi masih menutup lokasi dengan dua alat berat yang masih tertimbun. Agus Setyo mengatakan, masih menyelidiki dugaan kelalaian perusahaan tambang dalam peristiwa tersebut. 
Adapun informasi yang dikumpulkan Kaltim Post, cuaca sebelum dan saat kejadian sedang cerah. Tidak ada hujan dalam kurun sehari sebelum tragedi. Longsor tebing pasir di Palaran, menurut beberapa penduduk setempat, juga belum pernah terjadi.
Bulan lalu, kejadian serupa terjadi di Kecamatan Samboja, Kutai Kartanegara. Lima pekerja tambang batu bara tertimbun longsor di konsesi PT Lembuswana Perkasa. Dua selamat, tiga operator alat berat tewas. Ditambah 20 nyawa yang melayang di lubang bekas tambang dalam kurun empat tahun terakhir, aktivitas batu bara di seluruh Kaltim telah merenggut 24 korban jiwa.
SUDAH FIRASAT
Ditemui di Ruang Angsoka, kamar 3004, RSUD AW Sjahranie, Agus hanya masih terbaring lemah. Hartati (29), istri Agus, mengaku ada yang aneh dengan perasaannya pada pagi sebelum kejadian. "Seperti takut banget. Banyak mikir bapak," ungkapnya.
Agus sudah bekerja di PT MIL sejak empat bulan lalu. Suaminya berangkat setiap pukul 05.00 Wita. Namun, saat pergi kerja kemarin subuh, Hartati merasa kurang nyaman. Anak mereka pun tidak seperti biasanya menangis.
Ketika matahari sudah beranjak tinggi, Hartati mencoba menelepon Agus namun tak kunjung dijawab. Panik, dia mendatangi seorang keluarga untuk mencari tahu kondisi Agus sekitar pukul 09.00 Wita.
"Keluarga saya punya nomor HP teman-temannya (Agus)," imbuhnya. Meski panggilan dijawab, saat itu rekan Agus tidak berani memberitahukan peristiwa longsor. Selang setengah jam, Hartati yang tanpa henti coba menghubungi telepon suaminya mendapatkan jawaban.
"Saya kaget ketika perusahaan menelepon dan memberitahukan suami saya mengalami kecelakaan kerja," ucapnya. Cemas Hartati sedikit reda ketika perusahaan mengabarkan kondisi suaminya dan dibawa ke RSUD AW Sjahranie. Di rumah sakit, Agus yang sempat pingsan karena terbenam pasir menderita luka gores di lengan kanan. Dia juga tak banyak bicara kemarin. 
Menurut cerita sejumlah saksi, Agus selalu berteriak dan menanyakan kondisi rekannya, Medi, ketika memasuki instalasi gawat darurat (IGD). Perlu waktu lama untuk menenangkan Agus. Pria 37 tahun baru dipindahkan ke ruang Angsoka pukul 16.00 Wita sore kemarin setelah tenang.
"Dia selalu mengamuk dan menangis. Khawatir keadaan rekannya (Medi)," terang Hartati.
Kepada Kaltim Post, Agus yang sudah lebih tenang menceritakan kejadian nahas itu. Sebagai operator truk artik, posisinya cukup jauh dari Medi yang bertugas mengoperasikan ekskavator. Agus dan Medi bekerja di antara dua tebing dengan ketinggian 60 meter.
Saat hendak mengambil muatan, kata Agus, gemuruh dan longsor seketika menimbun mereka. "Saya sempat berbicara di HT saat tertimbun. Saya bilang sudah mau kehabisan udara. Cepat, tolong ke sini, kami tertimbun," urai Agus. Suaranya tercekat mengingat kejadian itu. Keluarga Agus lantas memintanya berhenti bercerita. (*/dra/fel/far/k15)
Sumber : http://kaltim.prokal.co/read/news/260615-ini-yang-diucapkan-korban-longsor-tambang-sebelum-kejadian/1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar