SELAMAT DATANG DI WEBSITE KELURAHAN BUKUAN KECAMATAN PALARAN KOTA SAMARINDA "BUKUAN BERJAYA (BERSIH SEJAHTERA & BERBUDAYA)"

Sabtu, 16 April 2016

Bukuan Palaran Jadi “Lautan”, Dua Sekolah Terendam



SAMARINDA - Intensitas hujan yang semakin tinggi terus mengancam permukiman warga Samarinda. Sebab, banjir masih terus mengintai. Kemarin (15/4), hujan deras yang kembali mengguyur Kota Tepian membuat ratusan rumah di 10 RT di Kelurahan Bukuan, Kecamatan Palaran terendam banjir.

Dari pantauan Kaltim Post, ketinggian air bervariasi, mulai sebetis hingga selutut orang dewasa atau sekitar 40 sentimeter. Walhasil, aktivitas warga pun terganggu. Sebab, air sudah masuk rumah, dan kendaraan tidak bisa melintas. “Seharian di rumah, tidak bisa keluar. Kalau dipaksa keluar, motornya mogok,” terang warga RT 34, Dwi Choiri.
Sementara itu, RT 39 yang juga tak luput dari banjir memaksa sebagian warganya mengungsi. Ketua RT 39 Djaiman menyebut, ratusan warganya terpaksa mengungsi karena tempat tidurnya sudah terendam. Sementara itu, kendaraan semua terparkir di gang lain yang tidak terkena banjir.
“Ini (ketinggian air) bisa naik lagi, soalnya air tambah deras. Enggak ada tanda-tanda surut,” ucap Djaiman kemarin (15/4) malam.
Umumnya warga mengungsi ke rumah sanak saudaranya yang tidak terendam banjir. Laki-laki paruh baya itu mengatakan, air mulai naik dan masuk ke rumah warga sekitar pukul 12.00 Wita.
Saat itu, warga langsung memindahkan kendaraan ke gang lain. Dikira air bisa surut, nyatanya air terus naik. Meski bantuan logistik juga diperlukan, Djaiman lebih mengharapkan perhatian pemerintah agar kawasan ini bisa bebas dari banjir. “Kasihan keluarga yang menyewa di bangsalan. Itu tempat tidurnya pasti terendam,” bebernya.
Banjir di Bukuan, sebenarnya bukan hal yang asing lagi. Dua sekolah, yakni SD 004 dan SMP 20, jarang absen terkena imbasnya. Beruntung kemarin, air naik setelah jam pulang sekolah. 
Disebut Lurah Bukuan, Didik Zulyani penyebab utama banjir ada dua. Yakni, kawasan ini kehilangan banyak daerah resapan air dan berganti dengan tambang dan permukiman. Selain itu, masalah drainase juga menjadi faktor yang tak boleh dianggap remeh. Dia menyebut drainase banyak mengalami penyempitan akibat pembangunan yang tak ideal.
“Ada drainase yang menuju sungai menyempit akibat aktivitas sebuah perusahaan swasta di lingkungan peti kemas. Walhasil, daerah di sekitar peti kemas jadi banjir. Kasihan warga, apalagi kalau sampai masuk rumah itu pasti merepotkan,” jelasnya.
Terkait masalah penyempitan akibat aktivitas perusahaan tersebut, Didik mengaku masalah ini sudah terjadi sejak lama. Bahkan sebelum dirinya menjabat sebagai lurah. Permasalahan lahan, menjadi hal yang semakin mempersulit penanganan.
“BPN (Badan Pertanahan Nasional) sudah ikut turun tangan, tapi belum bisa. Jadi, langkah cepat yang mungkin pihak kami ambil adalah gotong royong dan memperbaiki drainase semampu kami,” terangnya.
CUACA EKSTREM
Sementara itu, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Bandara Temindung Samarinda, Sutrisno, mengatakan curah di Kaltim, khususnya Kota Tepian bakal mengalami peningkatan. Intensitasnya ringan hingga sedang. Namun, tetap berpotensi hujan turun lebat alias ekstrem.
“Rabu (13/4) malam lalu, curah hujan mencapai 118 milimeter, kategori sangat lebat. Beberapa hari ke depan cuaca serupa kami prediksi kembali terjadi, namun dalam intensitas ringan-sedang, pada waktu siang hingga sore hari,” terang Sutrisno.
Walhasil, lanjut dia, banyak daerah di Samarinda yang tergenang air. Terutama daerah yang sudah menjadi langganan. Seperti simpang Mal Lembuswana, simpang Stadion Madya Sempaja Samarinda, Jalan DI Panjaitan, Jalan P Antasari, Kampung Jawa, dan Lambung Mangkurat. Dengan prediksi curah hujan masih tinggi itu, masyarakat di daerah rawan tersebut harus tetap waspada.
Bahkan, seiring bertambahnya curah hujan, dia mengimbau masyarakat tetap mewaspadai bencana lain, yakni longsor. Curah hujan yang tinggi maupun ringan namun dengan intensitas lama akan membuat tanah mengalami kejenuhan.
Sehingga, membuat daya ikat tanah berkurang dan dapat meningkatkan risiko longsor. “Apalagi di kawasan gundul yang tidak ada pepohonan sama sekali, seperti di kawasan Jalan P Suryanata,” tegas dia.
Ia menjelaskan, musim penghujan di Kaltim, khususnya Samarinda sebenarnya sudah terjadi sejak Oktober 2015, hingga April 2016. Namun, pada awal 2016, curah hujan di Indonesia mengalami anomali (penyimpangan) dari kondisi normal akibat pengaruh El Nino.
Kondisi tersebut diperparah dengan pengaruh Monsoon Asia yang ditandai dengan fenomena angin baratan di Kaltim hingga Maret masih terhambat angin timuran. “Pengaruh El Nino dan Monsoon Asia mulai berkurang. Curah hujan semakin meningkat. BMKG prediksi curah hujan meningkat dan puncaknya pada pertengahan Mei,” terangnya.
Sementara itu, kondisi angin kencang, juga mesti diwaspadai. Terutama angin yang muncul akibat awan kumulonimbus (Cb). “Sementara ini angin masih terpantau normal, kisaran kecepatannya hanya berada di angka 5-10 knot,” pungkasnya.
Sementara itu, Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan Bencana, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Samarinda, Irwan Kartomo menuturkan, fenomena banjir di Kota Tepian sudah menjadi keniscayaan yang mesti dihadapi. Namun, bukan berarti tingkat risiko yang ditimbulkan tidak dapat dikurangi.
“Masalah banjir memang belum bisa selesai, tapi tidak ada kata terlambat untuk mencegah atau mengatasi jika ada gotong royong antara pemerintah dan masyarakat,” papar Irwan.
Berdasarkan analisis BPBD Samarinda, Irwan merinci ada 10 cara yang dapat dilakukan. Mulai membuat saluran air, membuang sampah pada tempatnya, membersihkan saluran air, menanam pohon, membuat biopori, membuat sumur resapan, melestarikan hutan, membuat paving stone, mengeruk sungai, hingga membangun bendungan.
“Ya tidak semua bisa dilakukan bersama masyarakat, ada yang tugas pemerintah. Tapi, minimal ada upaya gotong royong bersama masyarakat, ini bencana banjir bukan untuk ditonton saja,” tuturnya.
Dikatakan, seiring pertambahan jumlah penduduk dan hilangnya saluran drainase membuat luas banjir di Kota Tepian semakin luas. Salahnya satu di kawasan Bukuan tersebut. Ketika hujan intensitas lebat, sekitar 80 persen area ibu kota Kaltim terendam. Padahal, di beberapa titik seperti di Jalan Basuki Rahmat tidak jauh dari Sungai Mahakam.
Begitu pula dengan banjir di Jalan DI Panjaitan yang tak jauh dari Sungai Karang Mumus. “Saluran air buntu, tidak bisa mengalir dengan lancar. Kalau semua penanganannya berharap pemerintah tidak mungkin bisa cepat selesai,” tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar